POLA KEHIDUPAN SOSIAL BUDAYA SUKU BANGSA BALI
A. LATAR BELAKANG MASALAH
Bali adalah salah satu suku bangsa yang terdapat di Indonesia. Suku bangsa Bali memiliki potensi alam dan kebudayaan yang sangat tinggi, sehingga Bali tidak hanya dikenal di dalam negeri saja, melainkan sampai ke luar negeri. Bahkan orang – orang awam dari luar negeri mengira bahwa Indonesia terletak di pulau Bali. Hal ini menggugah hati penulis, untuk meneliti kehidupan sosial budaya suku bangsa Bali.
B. POLA KEHIDUPAN SOSIAL BUDAYA
SUKU BANGSA BALI
1.1 Lingkungan Alam Dan Demografi
SUKU BANGSA BALI
1.1 Lingkungan Alam Dan Demografi
Masyarakat suku Bali menempati keseluruhan pulau Bali yang menjadi satu propinsi, yakni propinsi Bali. Oleh karena pengaruh emigrasi, ada juga masyarakat Bali yang menetap di wilayah – wilayah lainnya di Indonesia. Pulau ini terletak disebelah timur pulau Jawa yang dihuungkan oleh selat Bali
Bali adalah propinsi yang terletak di sebelah timur ditengah – tengah lautan, oleh karena itu propinsi Bali mempunyai iklim tropis (panas). Propinsi Bali adalah salah satu propinsi yang padat penduduknya. Pada tahun 1971 penduduknya sebanyak 2.469.930 jiwa, pada tahun 1990 meningkat lagi menjadi 2.777.811 jiwa. Keadaan perhubungan pun sangat baik dan lancar, baik darat, laut, maupun udara
1.2 Latar Belakang Sejarah / Asal Usul
Dahulu pulau Bali disebut dengan nama “Walidwipa”, yang merupakan suatu kerajaan yaitu kerajaan Bali. Kerajaan ini berkembang sekitar abad ke VIII Masehi. Pemerintahannya berpusat di Shinghamandawa, sebuah tempat yang hingga kini belum diketahui dengan pasti. Kerajaan ini pernah diperintah oleh dua diansti, yaitu Dinasti Warmmadewa dengan Dinasti Sakellendukirana
Kerajaan Bali bercorak Hindu, ini dapat diketahui dari pembagian golongan dalam masyarakat (kasta), pembagian warisan, kesenian, serta agama dan kepercayaan. Dalam hal agama dan kepercayaan, pengaruh zaman Megalithikum terasa masih kuat pada masyarakat kerajaan Bali. Keadaan tersebut menunjukan bahwa mayarakat Bali merupakan pemegang teguh tradisi Warisan budaya serta agama dan kepercayaan masih dipegang teguh hingga saat sekarang ini.
Kini Bali adalah sebuah propinsi yang berada di wilayah negara Kesatuan Republik Indonesia, dan Hindu tetap menjadi agama mayoritas yang wariskan secara turun temurun.
1.3 Sistem Kepercayaan / Religi
1.3 Sistem Kepercayaan / Religi
Sebagian besar masyarakat Bali menganut agama Hindu –Bali, akan tetapi, ada pula sebagian kecil masyarakat Bali yang menganut agama Islam, Kristen, dan katholik. Penganut agama Islam terdapat di Karang Asem, Klungkung, dan Denpasar, sedangkan penganut agama Kristen dan katholik terutama terdapat di Denpasar, Jimbaran dan Singaraja
Tempat beribadah agama Hindu di berupa pura Besakih, Pura Desa (Kayangan Tiga), Subak dan Seka, kumpulan tari atau semacam sanggar tari, serta tempat pemujaan leluhur dari klen – klen besar. Ada juga yang di sebut Sanggah yang merupakan tempat pemujaan leluhur dari klen kecil serta keluarga luas. Sedangkan kitab suci adalah “Weda” yang bersisi tentang Arman, Karmapala, Punarbawa, dan Moksa.
Di Bali ada seorang pemimpin agama yang bertugas melaksanakan upacara keagamaan, terutama upaca besar adalah orang yang dilantik menjadi pendeta yang umumnya disebut “Sulingih” tetapi tidak semua pendeta disebut Sulingih, misalnya “Pedanda” untuk pendeta dari kasta Brahmana baik yang beraliran Siwa maupun Budha, atau “Resi” untyuk pendeta dari kalangan Satria.
1.4 Sistim Kekerabatan dan Kemasyarakatan
Perkawinan adat di Bali bersifat endogami klen. Menurut adat lama yang dipengaruhi oleh sistim klen dan kasta, orang – orang seklen (tunggal kawitan, tunggal dadia, tunggal sanggah) setingkat kedudukannya dalam adat, agama, dan kasta. Dahulu, jika terjadi perkawinan campuran, wanita akan dinyatakan keluar dari dadia. Secara fisik, suami istri akan dihukum buang (Maselong) untuk beberapa lama ketempat yang jauh dari tempat asalnya. Sekarang hukuman itu tidak dijalankan lagi. Perkawinan antar kasta sudah relatif banyak dilakukan
Struktur Dadia berbeda – beda. Di desa – desa dan pegunungan, orang – orang dari tunggal dadia yang telah memencar karena hidup neolokal, tidak lagi mendirikan tempat pemujaan leluhur di masing – masing tempat kediamannya, di desa – desa tanah datar, orang – orang dari tunggal dadia yang hidup neolokal wajib mendirikan tempat pemujaan di masing – masing tempat kediamannya, tempat pemujaan tersebut disebut Kemulan Taksu. Disamping itu, ada lagi kelompok kerabat yang disebut klen besar yang melengkapi beberapa kerabat tunggal dadia (sanggah). Mereka memuja kuil yang sama disebut kuil (pura) Pabian atau Panti
1.5 Bahasa Dan Kesenian
Bali dalam kehidupan sehari – hari menggunakan bahasa Bali dan sasak. Bali mempunyai beraneka ragam seni tari, seperti tari Legong yang berlatar belakang kisah cinta Raja Lasem, dan tari Kecak adalah tari yang mengisahkan tentang bala tentara monyet Hanoman dan Sugriwa. Lagu – lagu daerahnya pun bermacam – macam seperti mejangeran, Macepet Cepetan, Meyong – Meyong, Ngusak Asik, dan lain – lain. Alat musiknya disebut gamelan Bali. Bali juga mempunyai senjata tradisional, yaitu keris (Kedukan), tombak dan golok.
Rumah adatnya pun bermacam – macam seperti Gapura Candi Bentar, Bali Bengong, Balai Wanikan, Kori Agung, Kori Babetelan. Sedangkan pakaian adatnya adalah untuk pria Bali berupa ikat kepala (Destar) kain songket saput, dan sebilah keris terselip dipinggang belakang, kaum wanitanya memakai dua helai kain songket, Stagen Songket (Merpada), selendang / senteng serta hiasan bunga emas dan kamboja (Subang, Kalung, Gelang) diatas kepala
C. POLA KEBIASAAN MAKAN
Orang Bali
Awal sejarah Bali tidak dapat dilepaskan dari asal-usul dan evolusi masyarakatnya. Orang Bali diduga memiliki darah campuran Mongoloid yang bergerak ke pulau utama menuju kawasan Asia Tenggara, jauh sebelum masa sejarah. Pengaruh asing terbesar bagi orang Bali awalnya dibawa oleh orang-orang India (pedagang dan pelancong) yang membawa serta pengaruh ajaran Hindu. Bali kemudian berbagi sangat banyak dalam gelombang Indianisasi yang menyebar di hampir banyak kawasan Asia Tenggara di paruh akhir milenium pertama.
Awal sejarah Bali tidak dapat dilepaskan dari asal-usul dan evolusi masyarakatnya. Orang Bali diduga memiliki darah campuran Mongoloid yang bergerak ke pulau utama menuju kawasan Asia Tenggara, jauh sebelum masa sejarah. Pengaruh asing terbesar bagi orang Bali awalnya dibawa oleh orang-orang India (pedagang dan pelancong) yang membawa serta pengaruh ajaran Hindu. Bali kemudian berbagi sangat banyak dalam gelombang Indianisasi yang menyebar di hampir banyak kawasan Asia Tenggara di paruh akhir milenium pertama.
Hinduisasi di Bali merupakan sebuah proses yang berlangsung berabad-abad. Pengaruh yang paling meresap ternyata bukan dari India saja, namun ternyata lebih dekat ke Jawa, yang sebenarnya lebih dahulu terkena proses Indianisasi dibandingkan Bali.
Lantas, apa hubungan masa Hindu Jawa yang diwakili oleh kekuasaan Majapahit tersebut bagi budaya orang Bali, terutama berkaitan dengan kebiasaan makan mereka yang menjadikan babi sebagai konsumsi daging utama. Di sini saya tidak begitu sepakat dengan daging pilihan (meat of choice), karena saya lebih memandang daging babi lebih dari sekedar pilihan, namun menjadi suatu yang utama di kalangan masyarakat Bali.
Asal-Usul
Dalam kitab Nagarakrtagama (1365), babi disinggung sebagai salah satu jenis daging yang dihidangkan di Istana Majapahit, selain daging domba, kerbau, ayam, lebah, ikan, dan bebek. Selain itu, juga ada beberapa jenis daging lagi yang tidak dihidangkan kepada orang yang taat karena pantangan Hindu, meskipun banyak digemari oleh rakyat biasa, seperti kodok, cacing, penyu, tikus, anjing. Banyak sekali pada masa itu orang-orang yang menggemari daging-daging ini. Agama Hindu tampaknya nyaris tidak berperan dalam mengekang sumber-sumber protein.
Dalam kitab Nagarakrtagama (1365), babi disinggung sebagai salah satu jenis daging yang dihidangkan di Istana Majapahit, selain daging domba, kerbau, ayam, lebah, ikan, dan bebek. Selain itu, juga ada beberapa jenis daging lagi yang tidak dihidangkan kepada orang yang taat karena pantangan Hindu, meskipun banyak digemari oleh rakyat biasa, seperti kodok, cacing, penyu, tikus, anjing. Banyak sekali pada masa itu orang-orang yang menggemari daging-daging ini. Agama Hindu tampaknya nyaris tidak berperan dalam mengekang sumber-sumber protein.
Lantas, apa yang kemudian menjadikan babi sebagai daging konsumsi utama di kalangan masyarakat Bali? Hal ini tampaknya tidak dapat dilepaskan dari peran orang-orang Hindu Jawa yang bermigrasi ke Bali pasca runtuhnya kekuasaan Majapahit. Pada abad ke-16, ketika masa kekuasaan Raja Batu Renggong, orang-orang Bali mentransformasikan pengaruh-pengaruh Majapahit untuk disesuaikan dengan kebutuhan hidup. Mereka menciptakan apa yang dalam kenyataannya sebagai budaya kontemporer Bali serta memberikan elemen-elemen khusus. Mereka juga membawa dan mempertahankan kebiasaan-kebiasaan mereka, termasuk didalamnya persoalan kebiasaan makan Di sisi lain, pengaruh agama dapat disimak dari pantangan untuk tidak memakan daging sapi putih sebagai suatu pantangan seperti halnya yang dianut oleh orang-orang Hindu-India. Tentu ini sebuah paradoks dengan orang-orang Islam yang berpantangan untuk tidak mengkonsumsi daging yang haram, babi.
Pada kurun abad ke-19 hingga awal abad ke-20, Babi adalah hewan ternak –selain lembu— yang menjadi kebutuhan utama rumah tangga keluarga Bali. Hampir setiap kepala keluarga memiliki paling sedikit satu sapi dan beberapa ekor babi yang diperuntukkan untuk kebutuhan pribadi atau nantinya akan dijual ke pasar lokal dan juga ekspor.
Namun, ada hal yang lebih penting dari sekedar hewan komoditas. Di Bali, babi juga adalah hewan yang digunakan dalam kegiatan-kegiatan ritus. Seperti disinggung oleh ahli sejarah Asia Tenggara, Anthony Reid, umumnya riwayat daging dalam kegiatan ritus di kawasan Asia Tenggara sudah menjadi suatu hal yang penting, sebagaimana orang Bali memandang daging babi dalam kegiatan ritusnya. Dijadikannya babi sebagai kegiatan ritus di Bali.
Bukan hanya dalam kegiatan ritus, babi sudah sejak lama menjadi semacam mitos yang melekat di lingkungan orang Bali.
D. DAGING BABI DALAM KESEHATAN :
Babi adalah hewan yang sangat kotor karena biasanya memakan segala sesuatu yang diberikan kepadanya dari mulai bangkai, kotorannya sendiri sampai kotoran manusia. Secara psikis babi memiliki tabiat yang malas, tidak menyukai matahari, sangat suka makan dan tidur, memiliki sifat tamak, dan tidak memiliki kehendak dan daya juang, bahkan untuk membela diri sekalipun.
Secara fisik babi banyak menyimpan bibit penyakit. Babi dianggap hewan yang sama sekali tidak layak untuk dikonsumsi. Di antara parasit-parasit itu adalah sebagai berikut:
Cacing Taenia Sollum
Parasit ini berupa larva yang berbentuk gelembung pada daging babi atau berbentuk butiran-butiran telur pada usus babi. Jika seseorang memakan daging babi tanpa dimasak dengan baik, maka dinding-dinding gelembung ini akan dicerna oleh perut manusia. Peristiwa ini akan menghalangi perkembangan tubuh dan akan membentuk cacing pita yang panjangnya bisa mencapai lebih dari 3 meter. Cacing ini akan melekat pada dinding usus dengan cara menempelkan kepalanya lalu menyerap unsur-unsur makanan yang ada di lambung. Hal itu bisa menyebabkan seseorang kekurangan darah dan gangguan pencernaan, karena cacing ini bisa mengeluarkan racun.
Apabila pada diri seseorang, khususnya anak-anak, telah diketahui terdapat cacing ini di lambungnya maka dia akan mengalami hysteria atau perasaan cemas. Terkadang larva yang ada dalam usus manusia ini akan memasuki saluran peredaran darah dan terus menyebar ke seluruh tubuh, termasuk otak, hati, saraf tulang belakang, dan paru-paru. Dalam kondisi ini dapat menyebabkan penyakit yang mematikan.
Cacing Trichinia Spiralis
Cacing ini ada pada babi dalam bentuk gelembung-gelembung lembut. Jika seseorang mengkonsumsi daging babi tanpa dimasak dengan baik, maka gelembung-gelembung -yang mengandung larva cacing ini- dapat tinggal di otot dan daging manusia, sekat antara paru-paru dan jantung, dan di daerah-daerah lain di tubuh. Penyerangan cacing ini pada otot dapat menyebabkan rasa sakit yang luar biasa dan menyebabkan gerakan lambat, ditambah lagi sulit melakukan aktivitas. Sedang keberadaannya di sekat tersebut akan mempersempit pernafasan, yang bisa berakhir dengan kematian.
Bisa jadi, cacing jenis ini tidak akan membuat seseorang meninggal dalam waktu singkat. Namun patut diketahui bahwa cacing-cacing kecil yang berkembang di otot-otot tubuh seseorang setelah dia mengkonsumsi daging babi bisa dipastikan akan menetap di sana hingga orang itu meninggal dunia.
Cacing Schistosoma Japonicus
Ini adalah cacing yang lebih berbahaya daripada cacing schistosoma yang dilkenal di Mesir. Dan babi adalah satu-satunya binatang yang mengandung cacing ini. Cacing ini dapat menyerang manusia apabila mereka menyentuh atau mencuci tangan dengan air yang mengandung larva cacing yang berasal dari kotoran babi. Cacing ini dapat menyelinap ke dalam darah, paru-paru, dan hati. Cacing ini berkembang dengan sangat cepat, dalam sehari bisa mencapai lebih dari 20.000 telur, serta dapat membakar kulit, lambung dan hati. Terkadang juga menyerang bagian otak dan saraf tulang belakang yang berakibat pada kelumpuhan dan kematian.
Fasciolepsis Buski
Parasit ini hidup di usus halus babi dalam waktu yang lama. Ketika terjadi percampuran antara usus dan tinja, parasit ini akan berada dalam bentuk tertentu yang bersifat cair yang bisa memindahkan penyakit pada manusia. Kebanyakan jenis parasit ini terdapat di daerah China dan Asia Timur. Parasit ini bisa menyebabkan gangguan pencernaan, diare, dan pembengkakan di sekujur tubuh, serta bisa menyebabkan kematian.
Cacing Ascaris
Panjang cacing ini adalah sekitar 25 cm. Cacing ini bisa menyebabkan radang paru-paru, radang tenggorokan dan penyumbatan lambung. Cacing ini tidak bisa dibasmi di dalam tubuh, kecuali dengan cara operasi.
Cacing Anklestoma
Larva cacing ini masuk ke dalam tubuh dengan cara membakar kulit ketika seseorang berjalan, mandi, atau minum air yang tercemar. Cacing ini bisa menyebabkan diare dan pendarahan di tinja, yang bisa menyebabkan terjadinya kekurangan darah, kekurangan protein dalam tubuh, pembengkakan tubuh, dan menyebabkan seorang anak mengalami keterlambatan dalam pertumbuhan fisik dan mental, lemah jantung dan akhirnya bisa menyebabkan kematian.
Calornorchis Sinensis
Ini jenis cacing yang menyelinap dan tinggal di dalam air empedu hati babi, yang merupakan sumber utama penularan penyakit pada manusia. Cacing ini terdapat di China dan Asia Timur, karena orang-orang di sana biasa memelihara dan mengkonsumsi babi. Virus ini bisa menyebabkan pembengkakan hati manusia dan penyakit kuning yang disertai dengan diare yang parah, tubuh menjadi kurus dan berakhir dengan kematian.
Cacing Paragonimus
Cacing ini hidup di paru-paru babi. Cacing ini tersebar luas di China dan Asia Tenggara tempat di mana babi banyak dipelihara dan dikonsumsi. Cacing ini bisa menyebabkan radang paru-paru. Sampai sekarang belum ditemukan cara membunuh cacing di dalam paru-paru. Tapi yang jelas cacing ini tidak terdapat, kecuali di tempat babi hidup. Parasit ini bisa menyebabkan pendarahan paru-paru kronis, di mana penderita akan merasa sakit, ludah berwarna cokelat seperti karat, karena terjadi pendarahan pada kedua paru-paru.
Swine Erysipelas
Parasit ini terdapat pada kulit babi. Parasit ini selalu siap untuk pembakaran pada kulit manusia yang mencoba mendekati atau berinteraksi dengannya. Parasit ini bisa menyebabkan radang kulit manusia yang memperlihatkan warna merah dan suhu tubuh tinggi.
Sedang kuman-kuman yang ada pada babi dapat menyebabkan berbagai penyakit, diantaranya adalah TBC, Cacar (Small pox), gatal-gatal (scabies), dan Kuman Rusiformas N.
Dalam berbagai argumentasi, sebagian orang berpendapat jika peralatan modern sudah jauh lebih maju dan bisa menanggulangi cacing-cacing ini sehingga tidak berbahaya lagi, karena panas tinggi yang dihasilkan oleh alat tersebut. Namun pengetahuan ini masih memerlukan kajian yang lebih mendalam. Sampai sekarang belum ada seorang ahli pun yang bisa memastikan dengan benar berapa derajat panas yang digunakan sebagai ukuran baku untuk membunuh cacing-cacing ini. Padahal menurut teori, memasak daging yang benar adalah tidak terlalu cepat namun juga tidak terlalu lama. Karena jika terlalu cepat dikhawatirkan parasit-parasit yang terdapat dalam daging tidak sempat mati sementara kalau terlalu lama semua kandungan gizi daging akan hilang dan hanya menyisakan toxic (racun). Kalau sudah demikian siapa yang berani menjamin kalau daging babi cukup aman untuk dikonsumsi?
Dari hasil penelitian juga diperoleh kesimpulan bahwa daging kambing dan daging sapi berada dalam lambung selama 3 jam proses pencernaan sempurna, sementara daging babi bisa berada dalam lambung selama 5 jam hanya untuk memperoleh hasil pencernaan yang sempurna.
Jika ada yang bertanya: buat apa babi diciptakan jika tidak untuk dimakan? Kita bisa jawab: di dalam tubuh babi ada hal yang bisa kita petik pelajarannya dan kemudian kita hindari sebagaimana naluri kita selalu berkata untuk sedapat mungkin menghindarkan diri dari pengaruh virus flu atau bibit penyakit lainnya. Namun jika dia masih juga bersikukuh tentang babi, maka paling tidak dia harus bisa membuktikan bahwa daging tersebut aman dari pengaruh parasit maupun kandungan lemaknya yang tinggi. Apa dia dapat melakukannya sementara para ahli saja tidak benar-benar berani menjaminnya?
E. KANDUNGAN GIZI DALAM DAGING BABI :
Meski di negara Muslim daging ini dilarang, tapi di banyak negara daging babi sangat populer.
Kelebihannya :
- Daging babi sangat kaya vitamin B6, B12, tiamin, niasin, riboflavin dan Pantothenic acid.
- Daging babi merupakan sumber zat besi yang mudah diserap tubuh daripada zat besi dari
- Daging babi merupakan sumber zat besi yang mudah diserap tubuh daripada zat besi dari
sumber daging lainnya vegetarian lainnya.
- Babi juga memiliki kandungan mineral yang tinggi fosfor, selenium, natrium, seng, kalium
dan tembaga.
- Dagingnya juga baik untuk kulit, mata, sistem saraf, tulang dan performa mental.
- Dagingnya juga baik untuk kulit, mata, sistem saraf, tulang dan performa mental.
Kekurangannya :
Tinggi dalam kandungan lemak jenuh. Untuk mengurangi lemaknya, bersihkan daging dari semua lemaknya. Kekurangan lainnya, babi juga tinggi natrium sehingga tidak disarankan untuk orang dengan tekanan darah tinggi (hipertensi)
Menurut teori, memasak daging yang benar adalah tidak terlalu cepat namun juga tidak terlalu lama. Karena jika terlalu cepat dikhawatirkan parasit-parasit yang terdapat dalam daging tidak sempat mati sementara kalau terlalu lama semua kandungan gizi daging akan hilang dan hanya menyisakan toxic (racun).
Kalau sudah demikian siapa yang berani menjamin kalau daging babi cukup aman untuk dikonsumsi? Memang benar dalam tubuh sapi juga ada cacing. Cacing tersebut diberi nama T. Saginata.
Tapi babi sendiri kadang-kadang juga menjadi sarang cacing jenis ini. Namun demikian ada perbedaan yang mendasar antara cacing yang terdapat pada sapi dan cacing yang ada pada babi. Saginata yang ada pada babi melangsungkan proses hidupnya dalam tubuh manusia sedangkan saginata yang ada pada sapi hanya dapat hidup di dalam sapi dan tidak hidup di dalam tubuh manusia, sekalipun sudah terlanjur masuk dalam tubuh manusia.
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Jadi secara garis besar suku bangsa Bali merupakan suatu suku bangsa yang memiliki potensi kebudayaan yang sangat tinggi dan sebagai sumber devisa tertinggi di negara Indonesia
3.2 Saran – Saran
Bali memiliki banyak kebudayaan alangkah lebih baik jika kebudayaan itu kita jaga dan lestarikan bersama sebagai citra bangsa Indonesia
Daftar Pustaka
Hanna, Willard. 1991. Bali Profile: Peoples, Events, Circumstances (1001-1976). Banda Neira: Rumah Budaya Banda Neira.
Kong Yuanzhi. 2005. Silang Budaya Tiongkok Indonesia. Jakarta: BIP.
Lombard, Denys. 2000. Nusa Jawa Silang Budaya (Jilid II: Jaringan Asia). Jakarta: Gramedia.
McPhee, Collin. 1947. A House in Bali. Kuala Lumpur: Oxford University Press.
Owen, Sri. 1999. Indonesian Regional Food and Cookery. London: Frances Lincoln.
Reid, Anthony. 1992. Asia Tenggara dalam Kurun Niaga (Jilid I: Tanah di Bawah Angin). Jakarta: Obor.
Stibbe, D.G. 1921. Enclopædie van Nederlandsch-Indië (jilid 4, subjek: voedingsmiddelen). ‘S-Gravenhage: Martinus Nijhoff.
Vuyk, Beb. 1987. Groot Indonesisch Kookboek. Utrecht: Uitgeverij Kosmos.
Website :
http://www.anakciremai.com/2008/05/makalah-antropologi-tentang-pola.html
http://maulanusantara.wordpress.com/2008/09/21/bahaya-daging-babi-bagi-kesehatan/
http://www.koperasisyariah.com/bahaya-daging-babi-bagi-manusia/
http://gayahidupcantiksehat.wordpress.com/2011/08/12/jenis-daging-dan-kandungan-
Tidak ada komentar:
Posting Komentar