KATA PENGANTAR
Alhamdulillah puji syukur kami panjatkan kepada Allah SWT. yang masih memberikan nafas kehidupan. sehingga kami dapat menyelesaikan pembuatan makalah ini dengan baik, adapun judul makalah kami ini adalah “ Konstitusi dan Penegakan Aturan Hukum ( Rule of Law )”. Makalah ini dibuat untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Pendidikan Kewarganegaraan.
Akhirnya kami ucapkan terima kasih atas perhatiannya terhadap makalah ini, dan kami berharap semoga makalah ini bermanfaat bagi diri kami dan khususnya para pembaca pada umumnya. Tak ada gading yang tak retak, begitulah adanya makalah ini. Dengan segala kerendahan hati, saran-saran dan kritik yang konstruktif sangat kami harapkan dari para pembaca guna peningkatan pembuatan makalah pada tugas yang lain pada waktu mendatang.
DAFTAR ISI
Sampul judul
Kata Pengantar
Daftar Isi
BAB I : PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan Pembahasan
BAB II : PEMBAHASAN
A. Konsep Dasar Konstitusi
B. Perubahan Konstitusi
C. Pengertian dan Lingkup Rule of Law
D. Prinsip-prinsip Rule of Law di Indonesia
E. Strategi pelaksanaan ( pengembangan ) Rule of Law di Indonesia
F. Lembaga Penegak Hukum di Indonesia
BAB III : PENUTUP
A. Kesimpulan
B. Saran
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Sebagai mana kita pahami betapa pentingnya suatu konstitusi bagi suatu negara, yang ke depannya konstitusi tersebut dapat memberikan konsep keteraturan bagi suatu negara. Oleh karena itu kita sebagai generasi muda penerus Bangsa amatlah penting untuk memahaminya, agar kita menjadi generasi yang bisa memahami konstitusi negara kita sendiri khususnya dan negara-negara lain pada umumnya. Dan yang melatar belakangi Rule of Law adalah Diawali oleh adanya gagasan untuk melakukan pembatasan kekuasaan pemerintahan Negara selain itu Sarana yang dipilih untuk maksud tersebut yaitu Demokrasi Konstitusional dan Perumusan yuridis dari Demokrasi Konstitusional adalah konsepsi negara hukum. Rule of law adalah doktrin hukum yang muncul pada abad ke 19, seiring degan negara konstitusi dan demokrasi. Rule of law adalah konsep tentang common law (hukum adat) yaitu seluruh aspek negara menjunjung tinggi supremasi hukum yang dibangun diatas prinsip keadilan dan egalitarian (orang yang percaya bahwa semua orang sederajat). Rule of law adalah rule by the law (ketentuan menurut hukum) bukan rule by the man (aturan orang bethe).
B. Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah pada pembahasan makalah ini adalah :
1. Apa Konsep Dasar Konstitusi ?
2. Bagaimana Perubahan Konstitusi ?
3. Apa pengertian dan Lingkup Rule of Law ?
4. Bagaimana Prinsip-prinsip Rule of Law Secara Formal di Indonesia ?
5. Bagaimana Strategi Pelaksanaan ( Pengembangan ) Rule of Law di Indonesia ?
6. Apa Lembaga Penegak Hukum di Indonesia ?
C. Tujuan pembahasan
Adapun tujuan pembahasan pada makalah ini adalah :
1. Menjelaskan Konsep Dasar Konstitusi
2. Menjelaskan bagaimana Perubahan konstitusi
3. Menjelaskan pengertian dan lingkup Rule of Law
4. Menjelaskan Prinsip-prinsip Rule of Law secara Formal di Indonesia
5. Menjelaskan bagaimana strategi ( pelaksaan ) rule of Law di Indonesia
6. Menyebutkan Lembaga penegak Hukum di Indonesia
BAB II
PEMBAHASAN
A. KONSEP DASAR KONSITUSI
1.1 Istilah dan Pengertian Konstitusi
Konstitusi berasal dari kata constituer ( peransis ), constitution ( Inggris ), constitutle ( Belanda ) yang berarti membentuk, menyusun dan menyatakan.dalam konteks ketatanegaraan, konstitusi di masukan sebagai pembentukan suatu negara, atau menyusun dan menyatakan sebuah negara. Konstitusi juga bisa berarti peraturan dasar ( awal ) mengenai pembentukan suatu negara. Dalam bahasa indonesia, konstitusi dikenal dengan sebutan Undang-undang Dasar ( UUD ). Keduanya memang tidak berarti sama. UUD hanyalah sebatas hukum dasar yang tertulis, sedangkan konstitusi disamping memuat hukum dasar yang tertulis, juga mencakup hukum dasar yang tidak tertulis. Konstitusi tidak hanya bersifat yuridis, melainkan juga bersifat sosiologis dan politis. Sedangkan undang-undang dasar hanya merupakan sebagian dari pengertian konstitusi, yaitu konstitusi yang tertulis.
Dalam bahasa belanda, istilah konstitusi dikenal dengan istilah Grondwet, yang berarti undang-undang dasar (grond=dasar dan wet=undang-undang). Di jerman istilah konstitusi juga dikenal dengan istilah Grundgesetz, yang juga berarti Undang-Undang Dasar (grund=dasar dan gesetz=Undang-Undang).
“Istilah konstitusi menurut Chairul Anwar adalah fundamental laws tentang pemerintahan suatu negara dan nilai-nilai fundamentalnya”.
“Sementara menurut Sri Soemantri, konstitusi berarti suatu naskah yang membuat suatu bangunan negara dan sendi-sendi sistem pemerintahan negara”.
Dari dua pengertian bisa dikatakan bahwa konstitusi memuat aturan-aturan pokok (fundamental) mengenai sendi-sendi yang diperlukan untuk berdirinya sebuah negara.
“E.C.S. Wade mengatakan bahwa yang dimaksud dengan konstitusi adalah ”a document having a special legal sanctity which sets out the framework and the principal functions of the organs of government of a state and declares the principles governing the operation of those organs” ( satu dokumen mempunyai satu kesucian sah spesial yang mengedepankan kerangka dan fungsi terpenting dari organ dari pemerintah dari satu status dan mengumumkan prinsip mengurus operasi dari organ itu )”.
Dalam perkembangannya, ada beberapa pendapat yang membedakan antara konstitusi dengan undang-undang dasar.
Seperti yang dikemukakan oleh Herman Heler. “Ia mengatakan bahwa konstitusi lebih luas dari pada undang-undang dasar. Konstitusi tidak hanya bersifat yuridis melainkan juga bersifat sosiologis dan politis”.
“Sedangkan undang-undang dasar lainnya merupakan sebagian dari pengertian konstitusi, yakni die geschreiben verfassung atau konstitusi yang ditulis (Milan,2001:14)”.
Pendapat yang sama dikemukakan oleh F.Lassale yang dikutip oleh Abu Daud Busroh dan Abubakar Busr. “Ia membagi pengertian konstitusi kedalam dua pengertian, yaitu”:
1. Pengertian sosiologis dan politis (sosiologiche atau politische begrip). Konstitusi merupakan shintese factor kekuatan yang nyata (dereele machtsfactoren) dalam masyarakat. Jadi konstitusi menggambarkan hubungan antara kekuasaan yang terdapat dengan nyata dalam suatu negara.
2. Pengertian yuridis (yuridische begrip). Konstitusi adalah suatu naskah yang memuat semua bangunan negara dan sendi-sendi pemerintahan. Namun demikian, ada yang menyamakan antara konstitusi dengan Undang-undang Dasar sebagaimana di kemukakan oleh C.F. Strong dan James Bryce bagi mereka, yang terpenting adalah isi atau subtansi materi dari konstitusi materi dari Konstitusi itu sendiri.
Dari berbagai pengertian konstitusi diatas, dapat dikatakan bahwa yang dimaksud dengan konstitusi adalah sejumlah aturan-aturan dasar dan ketentuan-ketentuan hukum yang dibentuk untuk mengatur fungsi dan struktur lembaga pemerintahan termasuk dasar hubungan kerjasama antara Negara dan masyarakat (rakyat) dan konteks kehidupan berbangsa dan bernegara. Dalam perakteknya, konstitusi ini terbagi kedalam 2 (dua) bagian, yakni yang tertulis atau dikenal dengan undang-undang dasar (UUD) dan yang tidak tertulis, atau dikenal dengan konvensi ( pemufakatan umum atau di berlakukan oleh masyarakat luas sehari-hari ).
1.2 Klasifikasi Konstitusi
Menurut CF. Strong “konstitusi terdiri atas” :
1. Konstitusi tertulis (dokumentary constiutution / writenØdari: constitution) adalah aturan- aturan pokok dasar negara , bangunan negara dan tata negara, demikian juga aturan dasar lainnya yang mengatur perikehidupan suatu bangsa di dalam persekutuan hukum negara.
2. Konstitusi tidak tertulis / konvensi (non dokumentary constitution) adalah berupa kebiasaan ketatanegaraan yang sering timbul.
Adapun syarat-syarat konvensi adalah :
1. Diakui dan di pergunakan berulang-ulang dalam praktik penyelenggaraan negara.
2. Tidak bertentangan dengan UUD 1945 3) Memperhatikan pelaksanaan UUD 1945.
Secara teoritis konstitusi dibedakan menjadi:
1. konstitusi politik adalah berisi tentang norma- norma dalam penyelenggaraan negara, hubungan rakyat dengan pemerintah, hubungan antara lembaga negara.
2. Konstitusi sosial adalah konstitusi yang mengandung cita – cita sosial bangsa, rumusan filosofis negara, sistem sosial, sistem ekonomi, dan sistem politik yang ingin dikembangkan bangsa itu.
1.3 Nilai Konstitusi
Nilai dalam konstitusi adalah sebagai berikut :
1. Nilai normatif adalah suatu konstitusi yang resmi diterima oleh suatu bangsa dan bagi mereka konstitusi itu tidak hanya berlaku dalam arti hukum (legal), tetapi juga nyata berlaku dalam masyarakat dalam arti berlaku efektif dan dilaksanakan secara murni dan konsekuen.
2. Nilai nominal adalah suatu konstitusi yang menurut hukum berlaku, tetrapi tidak sempurna. Ketidak sempurnaan itu disebabkan pasal – pasal tertentu tidak berlaku / tidsak seluruh pasal – pasal yang terdapat dalam UUD itu berlaku bagi seluruh wilayah negara.
3. Nilai semantik adalah suatu konstitusi yang berlaku hanya untuk kepentingan penguasa saja. Dalam memobilisasi kekuasaan, penguasa menggunakan konstitusi sebagai alat untuk melaksanakan kekuasaan politik.
1.4 Sifat Konstitusi
Berdasarkan sifat dari konstitusi yaitu:
1. Flexible / luwes apabila konstitusi / undang undang dasar memungkinkan untuk berubah sesuai dengan perkembangan.
2. Rigid / kaku apabila konstitusi / undang undang dasar jika sulit untuk diubah
Jadi bisa disimpulkan Sifat pokok konstitusi negara adalah fleksibel dan juga rigid. Menurut james Bryce, konstitusi dikatakan fleksibel bila bercirikan: Elastis karena dapat menyesuaikan dirinya dengan mudah dan memungkinkan diubah dengan cara yang sama seperti undang-undang serta konstitusi tersebut dinamis. Sisi negatif dari konstitusi yang fleksibel adalah membawa akibat kemerosotan pada kewibaawaan konstitusi itu sendiri. Sedangkan dikatakan rigid bila ia sulit diubah.
1.5 Tujuan Konstitusi
Konstitusi memiliki tujuan untuk membatasi kewenangan pemerintah dalam menjamin hak-hak yang diperintah dan merumuskan pelaksanaan kekuasaan yang berdaulat. Secara spesifik CF. strong memberikan batasan tentang tujuan konstitusi sebagaimana dikutib Thalib-sebagai berikut : are to limit the arbitrary action of the government, to quarantee the right of the governed, and to define the operation of the sovereign power (Thaba, 2001:27). Pendapat yang hampir sama dikemukakan oleh Loewenstein. Ia mengatakan bahwa konstitusi merupakan sarana dasar untuk mengawasi proses-proses kekuasaan.
Tujuan-tujuan adanya konstitusi tersebut, secara ringkas dapat diklasifikasikan menjadi 3 tujuan, yaitu:
1. Konstitusi bertujuan untuk memberikan pembatasan sekaligus pengawasan terhadap kekuasaan politik.
2. Konstitusi bertujuan untuk melepaskan control kekuasaan dari penguasa sendiri.
3. Konstitusi bertujuan memberikan batasan-batasan ketetapan bagi para penguasa dalam menjalankan kekuasaannya.
Secara garis besar, tujuan Konstitusi adalah membatasi tindakan sewenang-wenang pemerintah dan menjamin hak-hak rakyat yang diperintah, dan menetapkan pelaksanaan kekuasan yang berdaulat. Menurut Bagir Manan, hakekat dari konstitusi merupakan perwujudan paham tentang konstitusi atau konstitusionalisme, yaitu pembatasan terhadap kekuasaan pemerintah di satu pihak dan jaminan terhadap hak-hak warga negara maupun setiap penduduk di pihak lain.
1.6 Pentingnya Konstitusi dalam Suatu Negara
Eksistensi konstitusi dalam kehidupan ketatanegaraan suatu negara merupakan sesuatu hal yang sangat krusial (miring), karena tanpa konstitusi bisa jadi tidak akan terbentuk sebuah negara.
Dr. A. Hamid S. Attamimi menegaskan-seperti yang dikutip Thaib- bahwa konstitusi atau undang-undang dasar merupakan suatu hal yang sangat penting sebagai pemberi pegangan dan pemberi batas, sekaligus dipakai sebagai pegangan dalam mengatur bagaimana kekuasaan negara harus dijalankan, sejalan dengan pendapat tersebut, Bagir Manan mengatakan bahwa hakekat konstitusi merupakan perwujudan paham tentang konstitusi atau konstitusionalisme yaitu pemabatasan terhadap kekuasaan pemerintah disuatu pihak dan jaminan terhadap hak-hak warga negara maupun setiap penduduk dipihak lain.
Dr. A. Hamid S. Attamimi menegaskan-seperti yang dikutip Thaib- bahwa konstitusi atau undang-undang dasar merupakan suatu hal yang sangat penting sebagai pemberi pegangan dan pemberi batas, sekaligus dipakai sebagai pegangan dalam mengatur bagaimana kekuasaan negara harus dijalankan, sejalan dengan pendapat tersebut, Bagir Manan mengatakan bahwa hakekat konstitusi merupakan perwujudan paham tentang konstitusi atau konstitusionalisme yaitu pemabatasan terhadap kekuasaan pemerintah disuatu pihak dan jaminan terhadap hak-hak warga negara maupun setiap penduduk dipihak lain.
Menurut William G. Andrews, dapat dirumuskan beberapa fungsi konstitusi yang sangat penting baik secara akademis maupun dalam praktek, yaitu;
1. Menentukan pembatasan terhadap kekuasaan sebagai satu fungsi konstitualisme
2. Memberikan legitimasi terhadap kekuasaan pemerintahan
3. Menjadi instrumen untuk mengalihkan kewenangan dari pemegang kekuasaan asal (baik rakyat dalam sistem demokrasi maupun raja dalam sistem monarki) kepada organ-organ kekuasaan negara. Selanjutnya, Thomas Paine menambahkan dengan fungsi-fungsi lain, yaitu :
4. Sebagai kepala negara simbolik; dan
5. sebagai kitab suci simbolik dari suatu agama civil atau syari’at negara (civil religion).
B. PERUBAHAN KONSTITUSI
1.1 pengertian Perubahan Konstitusi
Menurut Dasril Rabjad, perbuatan merubah harus diartikan dengan mengubah, yang dalam bahasa Inggris adalah To Amend The Constitution sedangkan dalam bahasa Belanda disebut dengan Verandring (Veranderingen) in de Grondwet. Sedangkan menurut John M. Echols menyebutkan bahwa amandemen adalah amandemen yang dalam arti bahasa berarti mengubah undang-undang dasar.
Lebih tegas menurut Sri Soemantri: “Dengan memperhatikan pengalaman-pengalaman dalam mengubah konstitusi di Kerajaan Belanda, Amerika Serikat, dan Uni Soviet. Maka mengubah undang-undang dasar tidak hanya mengandung arti menambah, mengurangi, mengubah kata-kata dan istilah maupun kalimat dalam undang-undang dasar. Tetapi juga berarti membuat isi ketentuan undang-undang dasar menjadi lain daripada semula, melalui penafsiran.”
Berdasarkan ketentuan-ketentuan tersebut, maka jelaslah bahwa yang dimaksud dengan perubahan konstitusi adalah segala usaha untuk menambah dan atau mengurangi baik sebagian atau seluruh makna yang terkandung dalam konstitusi tersebut melalui suatu mekanisme perubahan yang ditentukan berdasarkan peraturan ketatanegaraan yang berlaku.
Perubahan konstitusi merupakan keharusan dalam sistem ketatanegaraan suatu negara, karena bagaimanpun konstitusi haruslah sesuai dengan realitas kondisi bangsa dan warga negaranya. Dengan kata lain, bahwa sifat dinamis suatu bangsa terhadap setiap peradaban harus mampu diakomodasi dalam konstitusi negara tersebut. Karena jika tidak, maka bukan tidak mungkin bangsa dan negara tersebut akan tergilas oleh arus perubahan peradaban itu sendiri.
Perubahan konstitusi / UUD yaitu: Secara revolusi, pemerintahan baru terbentuk sebagai hasil revolusi ini yang kadang-kadang membuat sesuatu UUD yang kemudian mendapat persetujuan rakyat. Secara evolusi, UUD/konstitusi berubah secara berangsur – angsur yang dapat menimbulkan suatu UUD, secara otomatis UUD yang sama tidak berlaku lagi.
Adapun cara yang dapat digunakan untuk mengubah Undang-Undang Dasar atau konstitusi melalui jalan penafsiran, menurut K.C. Wheare ada 4 (empat) macam cara, yaitu melalui:
1. Beberapa kekuatan yang bersifat primer ( some primary forces );
2. Perubahan yang diatur dalam konstitusi ( formal amandement );
3. Penafsiran secara hukum ( judicial interpretation);
4. Kebiasaan yang terdapat bidang ketatanegaraan ( usage and convention ).
Sementara itu, menurut Miriam Budiardjo, ada 4 (empat) macam prosedur dalam perubahan konstitusi, yaitu:
1. Sidang badan legislatif dengan ditambah beberapa syarat, misalnyadapat ditetapkan quorum untuk sidang yang membicarakan usulperubahan undang-undang dasar dan jumlah minimum anggota badanlegislatif untuk menerimanya;
2. Referendum atau plebisit;
3. Negara-negara bagian dalam negara federal (misal Amerika Serikat;¾ dari 50 negara-negara bagian harus menyetujui);
4. Musyawarah khusus ( special convention ).
Pendapat lain dikemukakan oleh Kelsen yang menurutnya perubahan konstitusi dapat dilakukan dengan 2 model, yaitu:
1. Perubahan yang dilakukan di luar kompetensi organ legislatif biasayang dilembagakan oleh konstitusi tersebut, yaitu suatu organ khususyang hanya kompeten untuk mengadakan perubahan-perubahankonstitusi;
2. Dalam sebuah negara federal, suatu perubahan konstitusi bisa jadiharus disetujui oleh dewan perwakilan rakyat dari sejumlah negaraanggota tertentu.
1.2 Perubahan Konstitusi di Indonesia
Dalam Undang-undang Dasar 1945, terdapat satu pasal yang berkenaan dengan cara perubahan UUD, yaitu Pasal 37 yang menyebutkan:
1. Untuk mengubah UUD sekurang-kurangnya 2/3 daripada jumlahanggota MPR harus hadir;
2. Putusan diambil dengan persetujuan sekurang-kurangnya 2/3 jumlahanggota yang hadir.
Pasal tersebut mengandung tiga norma, yaitu:
1. Bahwa wewenang untuk mengubah UUD ada pada MPR sebagailembaga tertinggi negara;
2. Bahwa untuk mengubah UUD, kuorum yang harus dipenuhisekurang-kurangnya adalah 2/3 dari seluruh jumlah anggota MPR;
3. Bahwa putusan tentang perubahan UUD adalah sah apabila disetujui oleh sekurang-kurangnya 2/3 dari anggota MPR yang hadir.
Undang-undang Dasar 1945 Pasal 37 ini, jika dihadapkan pada klasifikasi yangdisampaikan oleh K.C. Wheare, merupakan bentuk konstitusi bersifat“tegar”, karena selain tata cara perubahannya yang tergolong sulit, juga karena dibutuhkannya suatu prosedur khusus yakni dengan cara “by the peoplethrough a referendum ( oleh orang-orang melaui satu referendum ). Kesulitan perubahan tersebut tampak semakin jelas didalam praktik ketatanegaraan Indonesia, dengan diberlakukannya KetetapanMPR No. IV/MPR/1983 jo UU No. 5 Tahun 1985 yang mengatur tentang Referendum.
C. PENGERTIAN DAN LINGKUP RULE OF LAW
Penegakan hukum adalah sebuah pepatah hukum umum sesuai dengan keputusan yang harus dilakukan dengan menerapkan prinsip-prinsip atau hukum yang dikenal, tanpa intervensi kebijaksanaan dalam aplikasi mereka. Peribahasa ini dimaksudkan sebagai pelindung terhadap pemerintahan yang sewenang-wenang. Kata “sewenang – wenang” (dari bahasa latin “penengah”) menandakan suatu keputusan yang dibuat di atas kebijaksanaan wasit, bukan menurut aturan hukum.
Secara umum, hukum adalah kumpulan aturan - aturan yang ditetapkan oleh negara dikenakan sanksi atau konsekuensi. Yang dominan adalah bahwa konsep “rule of law” mengatakan apa-apa tentang “justness” dari hukum itu sendiri, tetapi hanya bagaimana sistem hukum beroperasi. Sebagai konsekuensi dari ini, bangsa yang sangat tidak demokratis atau satu tanpa menghargai hak asasi manusia bisa eksis dengan “rule of law” sebuah situasi yang mungkin terjadi didalam beberapa diktator modern. “Aturan hukum” atau Rechssstaat mungkin kondisi yang diperlukan untuk demokrasi, tetapi bukan syara cukup.
Negara hukum merupakan terjemahan dari konsep rechtsstaat atau Rule Of Lawyang bersumber dari pengalaman demokrasi konstitusional di eropa abad ke – 19 dan ke – 20. Oleh karena itu , Negara demokrasi pada dasarnya adalah Negara hukum . ciri Negara hukum antara lain : adanya supremasi hukum , jaminan hak asasi manusia dan legalitas hukum. Di Negara hukum , peraturan perundang-undangan yang berpuncak pada undang – undang dasar (konstitusi) merupakan satu kesatuan sistem hukum sebagai landasan bagi setiap penyelenggaraan kekuasaan.
Rule Of Law merupakan suatu doktrin hukum yang mulai muncul pada abad ke XIX, bersamaan dengan kelahiran Negara berdasarkan hukum (konstitusi) dan demokrasi. Kehadiran Rule Of Lawboleh disebut sebagai reaksi dan koreksi terhadap Negara absolute (kekuasaan di tangan penguasa) yang relah berkembang sebelumnya.
Berdasarkan pengertian, friedman ( 1959 ) membedakan Rule Of Law menjadi 2 yaitu pengertian secara formal ( in the formal sense ) dan pengertian secara hakiki / materil (ideological sense). Secara formal , Rule Of Law diartikan sebagai kekuasaan umum yang terorganisir (organized public power) . hal ini dapat diartikan bahwa setiap Negara mempunyai aparat penegak hukum yang menyangkut ukuran yang baik dan buruk ( just anf unjust law ).
Rule Of Law pada hakikatnya merupakan jaminan secara formal terhadap “ rasa keadilan “ bagi rakyat Indonesia dan juga “ keadilan sosial “ . inti dari Rule Of Lawadalah adanya keadilan bagi masyarakat , teruatama keadilan sosial.
Secara sederhana , yang dimaksud dengan Negara hukum adalah Negara yang penyelenggaraan kekuasaan pemerintah dan lembaga-lembaga lain dalam melaksanakan tindakan apapun harus dilandasi oleh hukum dan dapat dipertanggung jawabkan secara hukum. Dalam Negara hukum, kekuasaan menjalankan pemerintahan berdasarkan kedaulatan (supremasi hokum) dan bertujuan untuk menyelenggarakan ketertiban hukum (Mustafa kemal pasha, 2003 ).
D. PRINSIP-PRINSIP RULE OF LAW DI INDONESIA
Prinsip-prinsip Rule of Law di Indonesia terbagi atas 2 yaitu :
1.1 Prinsip-prinsip Rule of Law secara Formal di Indonesia
Prinsip-prinsip rule of law secara formal di Indonesia tertera dalam pembukaan UUD 1945 yang menyatakan:
1. Bahwa kemerdekaan itu adalah hak segala bangsa,…karena tidak sesuai dengan peri kemanusiaan dan “peri keadilan”;
2. Kemerdekaan Indonesia, yang merdeka, bersatu, berdaulat, “adil” dan makmur;
3. Untuk memajukan “kesejahteraan umum”,dan mencerdaskan“keadilan sosial”;
4. Disusunlah kemerdekaan Kebangsaan Indonesia itu dalam suatu “Undang-Undang Dasar Negara Indonesia”;
5. Kemanusiaan yang “adil” dan beradab
6. Serta dengan mewujudkan suatu “keadilan sosial” bagi seluruh rakyat Indonesia.
Dengan demikian inti rule of law adalah jaminan adanya keadilan bagi masyarakat terutama keadilan sosial. Penjabaran prinsip-prinsip Rule of Law secara formal termuat di dalam pasal-pasal UUD 1945, yaitu :
1. Negara Indonesia adalah Negara hukum (pasal 1 ayat 3),
2. Kekuasaan Kehakiman merupakan kekuasaan yang merdeka untuk menyelenggaraakan peradilan guna menegakan Hukum dan keadilan (pasal 24 ayat 1),
3. Segala warga Negara bersamaan kedudukanya didalam Hukum dan pemerintahan, serta menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya (pasal 27 ayat 1),
4. Dalam Bab X A Tentang Hak Asasi Manusia, memuat 10 pasal, antara lain bahwa setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan dan kepastian hukum yang adil, serta perlakuan yang sama dihadapan hukum (pasal 28 D ayat 1), dan
5. Setiap orang berhak untuk bekerja serta mendapat imbalan dan perlakuan yang adil dan layak dalam hubungan kerja (pasal 28 D ayat 2).
1.2 Prinsip-prinsip Rule of Law secara hakiki ( materil ) di Indonesia
Prinsip-prinsip Rule of Law secara hakiki ( material ) di Indonesia sangat erat kaitannya dengan (penyelenggaraan menyangkut ketentuan-ketentuan hukum) “the enforcement of the rules of law” dalam penyelenggaraan pemerintahan, terutama dalam penegakan hukum dan implementasi prinsip-prinsip rule of law.
Berdasarkan pengalaman berbagai Negara dan hasil kajian, menunjukan keberhasilan “the enforcement of the rules of law” bergantung pada kepribadian nasional setiap bangsa (Sunarjati Hartono: 1982). Hal ini didukung kenyataan bahwa rule of law merupakan institusi sosial yang memiliki struktur sosiologis yang khas dan mempunyai akar budayanya yang khas pula. Karena bersifat legalisme maka mengandung gagasan bahwa keadilan dapat dilayani dengan pembuatan sistem peraturan dan prosedur yang sengaja bersifat objektif, tidak memihak, tidak personal dan otonom.
Secara kuantitatif, peraturan perundang-undangan yang terkait rule of law telah banyak dihasilkan di Indonesia, tetapi implementasinya belum mencapai hasil yang optimal sehingga rasa keadilan sebagai perwujudan pelaksanaan rule of law belum dirasakan dimasyarakat.
E. STRATEGI PELAKSANAAN (PENGEMBANGAN) RULE OF LAW DI INDONESIA
Agar pelaksanaan Rule of Law bisa berjalan dengan yang diharapkan, maka:
1. Keberhasilan “the enforcement of the rules of law” harus didasarkan pada corak masyarakat hukum yang bersangkutan dan kepribadian masing-masing setiap bangsa.
2. Rule of law yang merupakan intitusi sosial harus didasarkan pada budaya yang tumbuh dan berkembang pada bangsa.
3. Rule of law sebagai suatu legalisme yang memuat wawasan social, gagasan tentang hubungan antar manusia, masyarakat dan negara, harus ditegakan secara adil juga memihak pada keadilan.
Untuk mewujudkannya perlu hukum progresif (Setjipto Raharjo: 2004), yang memihak hanya pada keadilan itu sendiri, bukan sebagai alat politik atau keperluan lain. Asumsi dasar hokum progresif bahwa ”hukum adalah untuk manusia”, bukan sebaliknya. Hukum progresif memuat kandungan moral yang kuat.
Arah dan watak hukum yang dibangun harus dalam hubungan yang sinergis dengan kekayaan yang dimiliki bangsa yang bersangkutan atau “back to law and order”, kembali pada hukum dan ketaatan hukum negara yang bersangkutan itu.
Adapun negara yang merupakan negara hukum memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
1. Ada pengakuan dan perlindungan hak asasi.
2. Ada peradilan yang bebas dan tidak memihak serta tidak terpengaruh oleh kekuasaan atau kekuatan apapun.
3. Legalitas terwujud dalam segala bentuk.
Contoh: Indonesia adalah salah satu Negara terkorup di dunia (Masyarakat Transparansi Internasional: 2005).
Beberapa kasus dan ilustrasi dalam penegakan rule of law antara lain:
§ Kasus korupsi KPU dan KPUD;
§ Kasus illegal logging;
§ Kasus dan reboisasi hutan yang melibatkan pejabat Mahkamah Agung (MA);
§ Kasus-kasus perdagangan narkoba dan psikotripika ;
§ Kasus perdagangan wanita dan anak.
Pelaksanaan Rule Of Law mengandung keinginan untuk terciptanya Negara hukum , yang membawa keadilan bagi seluruh rakyat. Penegakan Rule Of Lawharus diartikan secara hakiki ( materil ) yaitu dalam arti pelaksanaan dari just law. Prinsip – prinsip Rule Of Law secara hakiki sangat erat kaitannya dengan “the enofercement of the rules of law” dalam penyelenggaraan pemerintahan terutama dalam hal penegakan hukum dan implementasi prinsip – prinsip rule of law.
Secara kuantatif, peraturan perundang-undangan yang terkait dengan Rule of Law telah banyak dihasilkan di Negara kita, namun implementtasi / penegakannya belum mencapai hasil yang optimal. sehingga rasa keadilan sebagai perwujudan pelaksanaan Rule of Law belum dirasakan sebagian masyarakat.
Dasar pijakan bahwa Negara Indonesia adalah Negara hukum sekarang ini tertuang dengan jelas pada pasal 1 ayat ( 3 ) UU 1945 Perubahan Ketiga, yang berbunyi “ Negara Indonesia adalah Negara hukum “. Dimasukkanya ketentuan ini ke dalam pasal UUD 1945 menunjukkan semakin kuatnya dasar hukum serta menjadi amanat Negara, bahwa Negara Indonesia adalah dan harus merupakan Negara hukum.
Dasar lain yang dapat dijadikan landasan bahwa indoanesia adalah Negara hukum dalam arti materiil terdapat dalam pasal-pasal UUD 1945, sebagai berikut :
1. Pada Eab XIV tentang Perekonomian Negara dan kesejahteraan sosial Pasal 33 dan pasal 34 UUD 1945, yang menegaskan bahwa Negara turut aktif dan bertanggung jawab atas perekonomian Negara dan kesejahteraan rakyat.
2. Pada bagian penjelasan umum tentang pokok – pokok pikiran dalam pembuakaan juga dinyatakan perlunya turut serta dalam kesejahteraan rakyat.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Konstitusi adalah suatu naskah yang memaparkan kerangka dan tugas pokok badan-badan pemerintah suatu negara yang secara garis besar bertujuan untuk membatasi tindakan sewenang-wenang pemerintah dan untuk menjamin hak-hak yang diperintah. Secara historis timbulnya konstitusi sebagai sesuatu jerangka kehidupan telah dan sejak zaman Yunani. Konstitusi merupakan lembaga yang tidak dapat dipisahkan dalam kehidupan ketatanegaraan karena ia berfungsi sebagai pegangan dan pembari batas kekuasaan Negara. Perubahan konstitusi merupakan suatu keharusan dalam sistem ketatanegaraan dalam suatu Negara, konstitusi karena sebuah konstitusi haruslah sesuai dengan realitas kondisi bangsa dan negara yang sesuai dengan sifat konstitusi sendiri, yaitu fleksibel dan rigid.
Rule of law sangat diperlukan untuk Negara seperti Indonesia karena akan mewujudkan keadilan. Tetapi harus mengacu pada orang yang ada di dalamnya yaitu oranr-orang yang jujur tidak memihak dan hanya memikirkan keadilan tidak terkotori hal yang buruk. Ada tidaknya rule of law pada suatu negara ditentukan oleh “kenyataan”, apakah rakyat menikmati keadilan, dalam arti perlakuan adil, baik sesama warga Negara maupun pemerintah.
B. Saran
Sebagai warga negara kita haruslah menjunjung tinggi konstitusi dan hukum serta kaidah-kaidahnya agar terselenggara keamanan, ketentraman, dan kenyamanan. Pelajari Undang-Undang 1945 beserta nilai-nilainya dan jalankan apa yang jadi tuntutanya agar tercipta kehidupan yang stabil. Dalam suatu penegakan hukum disuatu Negara maka seluruh aspek kehidupan harus dapat merasakannya dan diharapkan semua aspek tersebut mentaati hukum, maka akan terjadilah pemerintahan dan kehidupan Negara yang harmonis, selaras dengan keadaan dan sesuai dengan apa yang diharapkan yaitu kemakmuran Bangsa.
DAFTAR PUSTAKA
Attamimi, A. Hamid S. Peranan Keputusan Persiden RI Dalam Penyelenggaraan NegaraI, Jakarta: Disertasi UI.
Kansil, C.S.T. 1989. Hukum Antara Tata Pemerintahan, Jakarta: Airlangga,
Kusnardi, M. dan Ibrahim, Harmaily. 1985. Pengantar Hukum Tata Negara Indonesia, Jakarta: Sinar Bhakti.
Kusnardi, M. dan Ibrahim, Harmaily. 1985. Pengantar Hukum Tata Negara Indonesia, Jakarta: Sinar Bhakti.
Projodikoro, Wirjono. 1989. Asas-asas Hukum Tata Negara di Indonesia, Jakarta: Dian Rakyat.
Radjab, Dasril. 1994. Hukum Tata negara Indonesia, Jakarta: Rineka Cipta.
Soemantri, Sri. 1971. Perbandingan Hukum Tatanegara, Bandung: Alumni.
Titok, Sumbodo. 1993. Hukum Tata Negara, Jakarta: Eresco.
Radjab, Dasril. 1994. Hukum Tata negara Indonesia, Jakarta: Rineka Cipta.
Soemantri, Sri. 1971. Perbandingan Hukum Tatanegara, Bandung: Alumni.
Titok, Sumbodo. 1993. Hukum Tata Negara, Jakarta: Eresco.
Ubaedillah, A. dan Rozak, Abdul Demikrasi, HAM, dan Masyarakat
Wolhoff, G. J. 1960. Pengantar Hukum Tata Negara Indonesia, Jakarta: Timun Mas.
Wolhoff, G. J. 1960. Pengantar Hukum Tata Negara Indonesia, Jakarta: Timun Mas.
Dede Rosyada, A Ubaidilah, Abdul Rozak, Wahdi Sayuti, M.Arskal Salim GP, pendidikan kewarganegaraan (Civic Education) Demokrasi, Hak Asasi Manusia, Masyarakat Madani, TIM ICFE UIN Jakarta, 2000.
Miriam Budiardjo, Miriam B dkk. Dasar-dasar ilmu politik, Gramedia Pustaka Utama (2003)
Makalah Prof. Jimly Asshiddiqie, Perekonomian Nasional dan Kesejahteraan Sosial Menurut UUD 1945 serta Mahkamah Konstitusi.
Tim Dosen Kewarganegaraan UPT Bidang Study Unipersitas Padjadjaran. 2006. Pendidikan Kewarganegaraan. Bandung: UPT Bidang Study Universitas Padjadjaran
Wahab, Abdul Azis dkk. 1993. Materi Pokok Pendidikan Pancasila. Jakarta: Universitas Terbuka DEPDIKBUD.
Wahab, Abdul Azis dkk. 1993. Materi Pokok Pendidikan Pancasila. Jakarta: Universitas Terbuka DEPDIKBUD.
Kusmiaty, Dra, dkk. 2000. Tata Negara. Jakarta : PT Bumi Aksara
sumber : http://makalahkumakalahmu.wordpress.com/2008/10/29/rule
Tidak ada komentar:
Posting Komentar